Mesin pencetak uang online paling akurat dan terpercaya

Salam persahabatan, Sahabat mau dapat menghasilkan UANG setiap kali melakukan kegiatan internet. Yaitu bisa dibayar setiap kali chating, browsing, nonton video online, audio online, menjawab pertanyaan, komentar di blog,dll. Atau sahabat ingin bisa mendapatkan / download file apapun di internet dengan ...GRATIS...Klik ... Link dibwh ini

http://www.gygapro.com/?id=bintanboy

Rabu, 03 Maret 2010

Beruntung Dunia Akhirat dengan Silaturrahmi



Makna 'ar-rahim' adalah para kerabat dekat. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : "Ar-rahim secara umum adalah dimaksudkan untuk para kerabat dekat. Antar mereka terdapat garis nasab (keturunan), baik berhak mewarisi atau tidak, dan sebagai mahram atau tidak".

Menurut pendapat lain, mereka adalah maharim (para kerabat dekat yang haram dinikahi) saja.

Pendapat pertama lebih kuat, sebab menurut batasan yang kedua, anak-anak paman dan anak-anak bibi bukan kerabat dekat karena tidak termasuk yang haram dinikahi, padahal tidak demikian. [Fathul Bari, 10/414]

Silaturrahim, sebagaimana dikatakan oleh Al-Mulla Ali Al-Qari adalah kinayah (ungkapan/sindiran) tentang berbuat baik kepada para kerabat dekat -baik menurut garis keturunan maupun perkawinan- berlemah lembut dan mengasihi mereka serta menjaga keadaan mereka. [Lihat, Murqatul Mafatih, 8/645]

Dalil Syar'i Bahwa Silaturrahim Termasuk Kunci Rizki

Beberapa hadits dan atsar menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan silaturrahim termasuk di antara sebab kelapangan rizki. Diantara hadits-hadits dan atsar-atsar itu adalah.

[1]. Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu ia berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) [1] maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturrahim" [Shahihul Bukhari, Kitabul Adab, Bab Man Busitha Lahu fir Rizqi Bishilatir Rahim, no. 5985, 10/415]

[2]. Dalil lain adalah hadits riwayat Imam Al-Bukhari dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Siapa yang suka untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan usianya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia menyambung silaturrahim". [Shahihul Bukhari, Kitabul Adab, Bab Man Busitha Lahu fir Rizqi Bishilatir Rahim, no. 5986, 10/415]

Dalam dua hadits yang mulia diatas, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa silaturrahim membuahkan dua hal, kelapangan rizki dan bertambahnya usia.

Ini adalah tawaran terbuka yang disampaikan oleh mahluk Allah yang paling benar dan jujur, yang berbicara berdasarkan wahyu, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka barangsiapa menginginkan dua buah di atas hendaknya ia menaburkan benihnya, yaitu silaturrahim. Demikian, sehingga Imam Al-Bukhari memberi judul untuk kedua hadits itu dengan "Bab Orang Yang Dilapangkan Rizkinya dengan Silaturrahim" [Shahihul Bukhari, Kitabul Adab, Bab Man Busitha Lahu fir Rizqi Bishilatir Rahim, 10/415).Artinya, dengan sebab silaturrahim. ('Umdatul Qari, 22/91)]

Imam Ibnu Hibban juga meriwayatkan hadits Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu dalam Kitab Shahihnya dan beliau memberi judul dengan "Keterangan Tentang Baiknya Kehidupan dan Banyaknya Berkah dalam Rizki Bagi Orang Yang Menyambung Silaturrahim". [Al-Ihsan fi Taqribi Shahih Ibni Hibban, Kitabul Birri wal Ihsan, Bab Shilaturrahim wa Qath'iha, 2/180]

[3]. Dalil lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda.

"Artinya : Belajarlah tentang nasab-nasab kalian sehingga kalian bisa menyambung silaturrahim. Karena sesungguhnya silaturrahim adalah (sebab adanya) kecintaan terhadap keluarga (kerabat dekat), (sebab) banyak - nya harta dan bertambahnya usia" [2]

Dalam hadits yang mulia ini Nabi Shallallahu 'laihi wa sallam menjelaskan bahwa silaturrahim itu membuahkan tiga hal, diantaranya adalah ia menjadi sebab banyaknya harta.



[4]. Dalil lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abdullah bin Ahmad, Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda.

"Artinya :Barangsiapa senang untuk dipanjangkan umurnya dan diluaskan rizkinya serta dihindarkan dari kematian yang buruk maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan menyambung silaturrahim" [3]

Dalam hadits yang mulia ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang jujur dan terpercaya, mejelaskan tiga manfaat yang terealisir bagi orang yang memiliki dua sifat ; bertaqwa kepada Allah dan menyambung silaturrahim. Dan salah satu dari tiga manfaat itu adalah keluasan rizki.

[5]. Dalil lain adalah riwayat Imam Al-Bukhari dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhu ia berkata.

"Artinya : Barangsiapa bertaqwa kepada Tuhannya dan menyambung silaturrahim, niscaya dipanjangkan umurnya, dibanyakkan rizkinya dan dicintai oleh keluarganya" [Al-Adabul Mufrad, Bab Man Washala Rahimahu Ahbbahu Allah, no. 59, hal. 37]

[6]. Demikian besarnya pengaruh silaturrahim dalam berkembangnya harta dan benda dan menjauhkan kemiskinan, sampai-sampai ahli maksiat pun, disebabkan oleh silaturrahim, harta mereka bisa berkembang, semakin banyak jumlahnya dan mereka jauh dari kefakiran, karena karunia Allah Ta'ala.

Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abu Bakrah Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda.

"Artinya : Sesungguhnya keta'atan yang paling disegerakan pahalanya adalah silaturrahim. Bahkan hingga suatu keluarga yang ahli maksiat pun, harta mereka bisa berkembang dan jumlah mereka bertambah banyak jika mereka saling bersilaturrahim. Dan tidaklah ada suatu keluarga yang saling bersilaturrahim kemudian mereka membutuhkan (kekurangan)". [Al-Ihsan fi Taqribi Shahih Ibni Hibban, Kitabul Birr wal Ihsan, Bab Shilaturrahim wa Qath'iha, no. 440, 2/182-183. Syaikh Syu'aib Al-Arna'uth menshahihkan hadits ini ketika menyebutkan dalil-dalil pada catatan kaki Al-Ihsan. (Lihat, 2/183-184)].

Banyak cara untuk menyambung tali silaturahmi. Misalnya dengan cara saling berziarah (berkunjung), saling memberi hadiah, atau dengan pemberian yang lain. Sambunglah silaturahmi itu dengan berlemah lembut, berkasih sayang, wajah berseri, memuliakan, dan dengan segala hal yang sudah dikenal manusia dalam membangun silaturahmi. Dengan silaturahmi, pahala yang besar akan diproleh dari Allah Azza wa Jalla. Silaturahim menyebabkan seseorang bisa masuk ke dalam surga. Silaturahim juga menyebabkan seorang hamba tidak akan putus hubungan dengan Allah di dunia dan akhirat.

Disebutkan dalam Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim, dari Abu Ayyûb al-Anshârî:

أَنَّ رَجُلًا قَالَ : يا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي بِمَا يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ وَيُبَاعِدُنِي مِنَ النَّارِ فَقَالَ النَّبِيُّ : لَقَدْ وُفِّقَ أَوْ قَالَ لَقَدْ هُدِيَ كَيْفَ قُلْتَ ؟ فَأَعَادَ الرَّجُلُ فَقَالَ النَّبِيُّ : تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ ذَا رَحِمِكَ فَلَمَّا أَدْبَرَ قَالَ النَّبِيُّ : إِنْ تَمَسَّكَ بِمَا أَمَرْتُ بِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ

"Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang bisa memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka," maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sungguh dia telah diberi taufik," atau "Sungguh telah diberi hidayah, apa tadi yang engkau katakan?" Lalu orang itupun mengulangi perkataannya. Setelah itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, menegakkan shalat, membayar zakat, dan engkau menyambung silaturahmi". Setelah orang itu pergi, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika dia melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi, pastilah dia masuk surga
Amanah Bisa Melapangkan Rejeki

Jujur dan amanah adalah dua sifat utama yang akan menghantarkan seseorang atau suatu bangsa pada keberhasilan dan kesuksesan yang hakiki. Nabi Yusuf AS berhasil menghantarkan masyarakat Mesir pada kesejahteraan dan kemakmuran, karena beliau dan timnya memiliki sifat amanah dan menjaga serta memiliki profesionalitas yang tinggi (QS. Yusuf [12] ayat 55).


قَالَ اللهُ تَعَالَى: قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ. {يوسف: 55}.

“Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan." (QS. Yusuf [12]: 55).

Dalam sebuah hadits riwayat imam ad-Daelamy, Rasulullah SAW mengatakan bahwa sifat amanah itu akan mengundang rizki, sebaliknya sifat khianat itu akan mengundang kefakiran.


قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: الأَمَانَةُ تَجْلِبُ الرِّزْقَ وَالْخِيَانَةُ تَجْلِبُ الْفَقْرَ. {رواه الديلمي}.

“Rasulullah Saw. bersabda: “Sifat amanah dan jujur itu akan menarik rizki, sedangkan khianat itu akan menarik (mengakibatkan) kefakiran.” (HR. Dailamiy).

Disamping secara pribadi harus jujur, orang yang beriman pun diperintahkan membangun suasana dan lingkungan yang penuh dengan kejujuran (QS. At-Taubah [9] ayat 119).


قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا أَيـــُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِيْنَ. {التوبة: 119}.

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. At-Taubah [9]: 119).

Bangsa dan Negara kita sekarang ini sangat membutuhkan para pemimpin, para pegawai dan anggota masyarakat yang memiliki kejujuran yang tangguh, disamping profesionalitas yang tinggi, untuk bisa membawa bangsa ini keluar dari krisis yang sangat kompleks dan berat.

Kesalehan sosial, yang dibangun melalui ibadah-ibadah yang disyariatkan, antara lain peduli, empati dan simpati, serta bersedia menolong orang lain yang sedang mendapatkan kesulitan, seperti yang terjadi sekarang ini. Disamping banyaknya orang miskin yang membutuhkan pertolongan, juga banyak orang yang menderita karena mendapatkan musibah, seperti gempa bumi di beberapa daerah di Jawa Barat dan Sumatera Barat, yang telah mengakibatkan korban harta dan jiwa yang cukup banyak.

Rasulullah SAW menyatakan dalam sebuah hadits, bahwa Allah SWT akan menolong hamba-Nya selama hamba itu mau menolong sesamanya. Barangsiapa yang memudahkan urusan orang yang sedang mendapatkan kesulitan, maka Allah SWT akan memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat nanti.


قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: مَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَهُ اللهُ فيِ الدُّنْيَا وَالأَخِرَةِ، وَاللهُ فيِ عَوْنِ الْعَبْدِ مَاكَانَ الْعَبْدُ فيِ عَوْنِ أَخِيْهِ...{رواه ابن ماجه}.

“Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa yang memudahkan urusan orang yang mengalami kesulitan, maka Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat. Allah akan menolong hamba-Nya selama hamba tersebut mau menolong sesama saudaranya ...”. (HR. Ibnu Majjah).

Mari kita jadikan semangat beribadah ini, untuk penguatan kesalehan individual dan kesalehan sosial, agar kehidupan kita menjadi lebih baik dan lebih bermakna dalam pandangan Allah SWT maupun dalam pandangan manusia.

HUBUNGAN AMANAH DENGAN KEIMANAN

1. Amanah Merupakan Tuntutan Iman, dan khianat merupakan tanda hilangnya keimanan dan mulai merasuknya kekafiran dalam diri seseorang. Sabda nabi SAW: “Tidak ada iman pada orang-orang yang tidak ada amanah dalam dirinya, dan tidak ada agama pada orang yang tidak bisa dipegang janjinya.” (HR Ahmad 3/135, Ibnu Hibban dalam shahihnya Mawarid azh-Zham’an-47, al-Bazzar dalam musnadnya Kasyful Astar-100, lih. Juga dalam Albani Shahih Jami’ Shaghir-7056)

2. Hilangnya Amanah Merupakan Tanda Kiamat, yang salah satu cirinya adalah dipegangnya amanah oleh yang orang-orang bukan ahlinya dalam masalah tersebut. Sabda nabi SAW: “Ketika amanah telah disia-siakan maka tunggulah tibanya Kiamat.” Kata para sahabat ra: Bagaimanakah disia-siakannya wahai rasuluLLAH? Jawab nabi SAW: “Ketika suatu urusan dipegang oleh yang bukan ahlinya maka tunggulah tibanya Kiamat.’” (HR Bukhari dalam Fathul Bari’ hadits no. 59 dan 6496)

3. Hilangnya Amanah Terjadi Bertahap, sebagaimana sabda nabi SAW: “Seorang tertidur maka hilanglah amanah dari hatinya bagaikan titik hitam, lalu ketika ia tertidur lagi maka hilanglah amanah tersebut bagaikan bekas/jejak, demikianlah seterusnya sampai tidak ada lagi amanah dihatinya, dan tidak ada lagi di hati manusia, sehingga mereka tidak menemukan lagi orang yang amanah. Maka berkatalah sebagian mereka: Di tempat anu masih ada seorang yang bisa dipercaya. Sampai dikatakan kepada seseorang: Ia tidak bisa dipegang, tidak berakal, tidak ada dihati mereka sebesar biji sawi dari keimanan.” (HR Muslim dalam Mukhtashar Shahih Muslim hadits no. 2035)